Khutbah Idul Fitri : Guru Ngaji, Berjasa tapi Kurang Sejahtera

KHUTBAH IDUL FITRI 1445 H

GURU NGAJI, BERJASA tapi KURANG SEJAHTERA

Oleh : Muhammad Fajar Nur Rachmat

 (Disampaikan di Lap. Trio Bercak, Berbah, Sleman)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الله أكبر...ألله أكبر...ألله أكبر

الله أكبر...ألله أكبر...ألله أكبر

الله أكبر...ألله أكبر...ألله أكبر

الله اكبر ولله الحمد

الحمد لله رب العالمين، والصلاة والسلام على أشرف الانبياء والمرسلين نبينا محمد وعلى أله وصحبه أجمعين،

أما بعد

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam yang telah memberikan nikmat-Nya kepada kita semua, sehingga kita bisa menyelesaikan ibadah ramadhan 1445 H. Semoga shiyam kita...qiyam kita...tilawah kita..., diterima oleh Allah SWT. Aamiin.

Shalawat dan juga salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Agung Muhammad SAW. Nabi penutup para nabi, dan semoga kita menjadi umatnya yang senantiasa tsiqah berpegang teguh terhadap ajarannya.

Jasa Guru Ngaji Tidak Sebanding dengan Kesejahteraannya

Jamaah Shalat Idul Fitri yang Dimuliakan Allah,

Selama bulan ramadhan kemarin, ada di antara kita yang berhasil mengkhatamkan Al-Quran sebanyak 1x, ada yang 2x, bahkan 5x dalam sebulan. Ada juga di antara kita yang sebelum ramadhan belum bisa membaca Al-Quran, namun setelah ramadhan usai, kini bisa membacanya. Semua ini merupakan nikmat Allah Taala. Selain itu jika kita mau jujur, berkat siapa kita bisa membaca Al-Quran, hingga bisa khatam berkali-kali seperti sekarang, maka akan kita dapati guru-guru ngaji kitalah yang paling berjasa menanamkan dasar-dasar membaca huruf hijaiyyah. Maka sudah sepantasnya kita memberikan penghormatan setinggi-tingginya kepada para guru ngaji, ustadz/ah TPQ, maupun guru baca tulis Al-Quran di masjid dan sekolah-sekolah.

Namun sayangnya, kenyataan berkata lain. Penghargaan kepada guru ngaji yang diberikan oleh masyarakat sering diiringi dengan stigma guru ngaji harus ikhlas, guru ngaji tidak boleh mengharapkan gaji, guru ngaji yang digaji berarti tidak ikhlas. Akhirnya muncul permasalahan baru tentang kesejahteraan guru ngaji. Kesejahteraan guru ngaji menjadi sangat beragam dengan mayoritas masih dihargai sangat rendah, seikhlasnya, atau bahkan tanpa bayaran sama sekali. Keikhlasan untuk mendapatkan pahala dan ridha Allah dianggap menjadi sesuatu yang lebih penting bagi guru ngaji. Padahal, mereka sudah menghabiskan waktu dan tenaga untuk mengajarkan Al-Quran.

Jika kita merujuk data Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) tahun 2023 diperkirakan ada sekitar 928.000 guru ngaji yang mengajar di Taman Pengajian Al-Quran (TPQ) dan Taman Kanak-kanak Al-Quran (TKA). Sekitar 40% guru TPA dan TKA masih dibayar sangat rendah yakni kisaran 100.000 per bulan. Bisyarah ini tentu sangat kecil bila dibandingkan dengan biaya hidup masyarakat. Coba bandingkan dengan harga beras sekilo hari ini? Harga minyak, dan lain sebagainya.

Mila misalnya, seorang guru ngaji di Bekasi, Jawa Barat sudah menjadi guru ngaji sejak 2005. Di tahun 2023 ia mendapatkan bisyarah sebesar 600.000 per bulan. Angka yang terbilang sudah meningkat drastis jika dibandingkan dengan awal mengajar pada tahun 2005 yaitu sekitar 100.000. Padahal, Bekasi selalu masuk dalam tiga besar wilayah dengan Upah Minimum Kabupaten (UMK) tertinggi di Indonesia. Pendapatan guru ngaji Mila hanya seperdelapan dari UMK Kabupaten Bekasi 2023 yang mencapai angka Rp. 5.137.574,-

Mila mengakui uang memang bukan tujuan utama menjadi guru ngaji, "Memang tidak menutup kemungkinan ada kebutuhan ya untuk tambahan sehari-hari. Kami tidak bertahan karena uang tapi ingin mendapatkan keberkahan", ujar Mila, kepada CNBC Indonesia.

Bagaimana Islam Menghargai Guru?

Jamaah Shalat Idul Fitri yang Dimuliakan Allah,

Bisa jadi di sekitar kita, ada Mila-Mila lain yang teguh mengajarkan Al-Quran di TPA sambil bimbang memikirkan dilema antara mencari keberkahan atau memenuhi kebutuhan. Maka pada kesempatan khutbah Idul Fitri kali ini, dalam nuansa semangat kemenangan, di hari yang berbahagia, khatib ingin mengajak para jamaah semua untuk merenungkan perkataan-perkataan sahabat Ali bin Abu Thalib tentang guru; 

أَنَا عَبْدُ مَنْ عَلَّمَنِي حَرْفًا وَاحِدًا اِنْ شَاءَ بَاعَ وَاِنْ شَاءَ أَعْتَقَ وَاِنْ شَاءَ اسْتَرَقّ

“Aku adalah budak guruku yang telah mengajariku satu huruf (perkara) jika berkehendak maka ia bisa menjualku, memerdekakan, atau tetap menjadikanku sebagai budaknya."

Ini adalah salah satu contoh ungkapan sahabat Ali, bagaimana beliau memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada guru. Bahkan bagi guru yang hanya mengajari beliau satu huruf (perkara) saja, apalagi kepada guru yang membimbing dari tidak bisa menjadi bisa?

Pada kesempatan yang lain, sahabat Ali berkata ;

رَأَيْتُ أَحَقَّ الحَقِّ حَقَّ المُعَلّمِ وَأَوْجَبَهُ حِفْظًا عَلَى ُكِّل مُسلِمٍ،

لَقَدْ حَقَّ أَنْ يُهدَى إِلَيهِ كَرَامَةً، لِتَعْلِيمِ حَرْفٍ وَاحِدٍ أَلفُ دِرْهَمٍ

“Aku melihat hak guru adalah perkara yang paling berhak dan wajib dijaga oleh setiap muslim. Seorang guru berhak mendapatkan kemuliaan. Pada setiap huruf yang diajarkan, ia mendapat seribu dirham."

Maksud dari perkataan sahabat Ali ini bukan berarti setiap huruf dihitung dengan seribu dirham. Namun, sahabat Ali ingin menunjukkan bahwa keberlangsungan hidup seorang guru harus diperhatikan. Caranya dengan memberikan penghargaan materi yang tinggi kepada guru atas ilmu yang diajarkan. Bukan menikmati jasanya tapi berlindung di balik stigma keikhlasan ketika diminta untuk menghargainya. Jadi, urusan keikhlasan merupakan ranah privat seorang guru ngaji kepada Allah. Kita tidak bisa mencampurinya. Poin ini masuk ke dalam ranah tazkitau nafs. Adapun penghargaan kita kepada guru secara materi, masuk dalam ranah fikih. Pembahasannya adalah halal atau haram. Jika halal, maka imbalan mengajarkan Al-Quran bukanlah sesuatu yang tercela apalagi dilarang. Rasulullah SAW bersabda ;

اِنَّ أَحَقَّ مَا أَخَذْتُمْ عَلَيْهِ أَجْرًا كِتَابُ اللهِ

“Sesungguhnya yang lebih pantas untuk diambil upah adalah dari pengajaran Al-Qur’an.” (HR. Bukhori no. 5737)

الله أكبر...ألله أكبر...ألله أكبر

الله اكبر ولله الحمد

Kondisi Guru Ngaji yang Berbeda-beda

Jamaah Shalat Idul Fitri yang Dimuliakan Allah,

Setelah mendengarkan khutbah ini, mungkin terbesit dalam benak kita bayang-bayang guru-guru ngaji di masjid kita masing-masing. Kebetulan lagi ternyata guru ngaji di masjid kita hidupnya berkecukupan. Tidak seperti yang khatib gambarkan di awal khutbah. Ya, memang perlu kita akui bahwa kondisi guru-guru ngaji ini berbeda-beda. Ada guru ngaji yang punya jadwal ceramah rutin dan insidentil di mana-mana. Bahkan cenderung tenar namanya, dikenal banyak orang. Ada yang berprofesi sebagai pengajar dengan gaji yang cukup, seperti guru berstatus ASN, atau guru di sekolah swasta yang tidak pelit menggaji guru. Ada juga yang punya profesi lain dengan penghasilan lumayan. Bagi ketiga kelompok ini insya Allah ekonominya relatif baik.

Namun, ada juga yang menjadi guru ngaji di sekolah atau pesantren dengan penghasilan di bawah standar upah minimum. Padahal ia harus bekerja dari pagi sampai sore. Ada juga yang menjadi guru TPA di rumahnya dengan penghasilan tidak seberapa, disambi dengan kerja serabutan yang tidak tentu penghasilannya. Dua kategori ini yang sebenarnya perlu diberi perhatian, karena keadaan ekonomi mereka umumnya bisa menggoyahkan tekad untuk tetap istiqomah mengajar Al-Quran. Jangan perhitungan dengan mereka. Bisa jadi donasi anda kepada mereka yang dengannya mereka tetap bisa fokus mengajar agama jauh lebih besar nilainya di sisi Allah. Dibandingkan donasi anda ke masjid-masjid mewah, atau donasi ke berbagai lembaga pengumpul donasi yang memotong biaya admin begitu besar untuk “kenyamanan” para petingginya.

Maka jamaah sekalian yang dimuliakan Allah, mari kita rayakan hari kemenangan ini dengan memperhatikan kebahagiaan guru-guru ngaji di masjid kampung kita masing-masing. Kita rubah mindset lama yang menganggap kesejahteraan guru ngaji bukan hal penting, yang penting beliau ikhlas, dsb. Semoga dengan perhatian kecil kita, bisa meneguhkan kaki mereka untuk tetap istiqomah mengajarkan Al-Quran di kampung-kampung. Bagi para pemangku kebijakan masjid, lembaga sosial dakwah, atau bahkan pemerintahan, hendaknya program kesejahteraan guru ngaji bisa menjadi prioritas terobosan. Jangan hanya sibuk berkutat mengejar aspek fisik berupa gedung dan inventaris tapi luput memperhatikan kesejahteraan SDM pengajarnya. Karena gedung tidak akan pernah melahirkan ulama, tapi dari seorang guru bisa lahir puluhan bahkan ribuan ulama. 

[PENUTUP & DOA]

Bagi yang menghendaki naskah khutbah versi PDF bisa klik di sini

M. Fajar Nur Rachmat
House of idea and experience

Related Posts

Posting Komentar