Oleh : M. Fajar Nur Rachmat, Pengasuh Panti Habiby Yogyakarta
Disampaikan di : Lapangan Kalurahan Ngawu, Playen, Gunungkidul
Download Naskah Khutbah klik di sini
السَّلامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
إِنَّ الْحَمْدَ لِلّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِىَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لّٰا إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ لَا نَبِيَّ وَلَا رَسُولَ بَعْدَهُ.
فَقَالَ تَعَالَى : يٓا أَيُّهَا الَّذِيْنَ أٰمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
وَقَالَ تَعَالَى : فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
اللهُ أكْبَرُ، اللهُ أكْبَرُ....لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، اللهُ أكْبَرُ....اللهُ أكبَرُ وَلِلهِ الحَمْدُ
أَمَّا بَعْدُ،
Jamaah Shalat Idul Adha yang dirahmati Allah
Hari ini adalah hari yang agung, hari pengorbanan, hari di mana kaum muslimin sedunia mengenang kembali peristiwa besar dalam sejarah Islam. Yaitu ujian keimanan keluarga Nabi Ibrahim Alaihis Salam. Tatkala Allah memerintahkan untuk menyembelih anaknya tercinta, Ismail. Anak yang dinanti bertahun-tahun. Anak yang sangat disayang. Namun tidak ada penolakan, tidak ada tawar-menawar terucap dari lisan sang Nabi, yang ada hanyalah kepatuhan total kepada Rabb Semesta Alam. Maka dari kisah inilah nantinya kita belajar bahwa kekuatan sebuah masyarakat, kekokohan sebuah umat, itu bermula dari ketangguhan keluarga.
Ibrahim Ayah yang Taat & Visioner
Nabi Ibrahim bukan hanya seorang nabi, ia juga bapak peradaban ketauhidan. Ia tidak hanya membangun Kabah secara fisik, tetapi lebih dari itu, ia membangun pondasi keluarga yang lurus di atas nilai tauhid, ketaatan, dan pengorbanan. Ketika beliau diperintahkan Allah untuk meninggalkan istrinya, Hajar dan anaknya, Ismail, di lembah Makkah yang tandus. Beliau melakukannya dengan yakin. Bukan karena tidak sayang, tapi karena yakin Allah tidak akan menyia-nyiakan orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Begitu pula sang istri, Hajar. Ketika ia ditinggalkan di lembah Makkah yang tandus. Ia bertanya kepada Nabi Ibrahim, Apakah Allah yang memerintahkanmu melakukan ini?. Nabi Ibrahim pun menjawab, Ya. Sesaat kemudian Nabi Ismail menangis karena haus dan lapar. Menyaksikan hal itu, Hajar tidak lantas meratap atau menyalahkan Nabi Ibrahim. Dalam kondisi kalut, was-was dan khawatir, Hajar berlari mondar-mandir dari bukit Safa ke bukit Marwa untuk mencari air. Ia berusaha sekuat tenaga. Hingga akhirnya Allah datangkan jalan keluar berupa air yang muncul dari ujung kaki Nabi Ismail.
Sebagai suami dan kepala keluarga, inilah yang harus kita contoh dari Nabi Ibrahim. Keluarga butuh pemimpin yang tidak sekedar mencari nafkah saja, tapi juga harus yakin kepada janji Allah, menuntun jiwa dan akhlak keluarganya ke arah keridhaan Allah. Karena istri dan anak yang taat kepada Allah tidak lahir dengan sendirinya. Melainkan perlu andil besar dari seorang kepala keluarga yang juga taat kepada Allah.
Ismail : Anak yang Shalih dan Siap Berkorban
Ketika Ibrahim berkata, Wahai anakku, aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah pendapatmu? Maka sungguh jawaban Ismail menggetarkan hati:
قَالَ يٓـــأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِيٓ إِنْ شٓاءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِيْنَ
“Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS: As-Shaffat : 102)
Ini bukan sekedar kisah anak yang patuh. Ini adalah wujud ketaatan anak sholih yang siap berkorban. Walau pengorbanan itu berarti ia harus menyerahkan dirinya sendiri. Ismail adalah teladanan bagi anak-anak dan remaja kita hari ini. Ismail mengajarkan bahwa ketaatan kepada Allah dan kepada orang tua bukanlah bentuk kelemahan, tapi itulah jalan kemuliaan. Generasi Ismail adalah generasi yang tidak cengeng menghadapi ujian, tidak silau terhadap dunia, dan siap berkontribusi untuk kebaikan umat.
Membangun Masyarakat Tangguh dan Mandiri Dimulai dari Keluarga
Jamaah Shalat Idul Adha yang dirahmati Allah,
Di daerah kita ini, kita menyaksikan geliat umat yang luar biasa. Umat Islam aktif berkontribusi dalam berbagai bidang kehidupan. Mulai dari dakwah, pendidikan, hingga kemandirian ekonomi. Namun, kita tidak boleh menutup mata, di saat yang sama sebagian keluarga masih berjuang keras menghadapi kesulitan ekonomi, sulit mengakses pendidikan terbaik, bahkan masih bergulat dengan persoalan adab anak-anak.
Di sinilah pentingnya kita meneladani keluarga Nabi Ibrahim. Kita butuh keluarga-keluarga tangguh yang menghidupkan shalat di rumah, yang membiasakan infaq walau sedikit, yang mendidik anak dengan cinta dan keteladanan, bukan dengan Hp dan teriakan. Maka mari kita mulai dari rumah kita masing-masing. Jadikan rumah kita bukan hanya tempat tinggal, tapi markas iman dan madrasah kebaikan. Jadikan istri kita bukan hanya sekedar juru masak, melainkan pendidik generasi Islam:
الأُمُّ مَدْرَسَةٌ إِذَا أَعْدَدْتَهَا أَعْدَدْتَ شَعْبًا طَيِّبَ الأَعْرَاقِ
“Ibu adalah madrasah (bagi anak-anakya). Jika engkau mempersiapkan calon ibu yang baik. Maka sejatinya engkau sedang mempersiapkan bangsa yang baik akhlaknya”.
Mari kita jadikan Idul Adha tahun ini bukan hanya soal seremoni penyembelihan hewan, tapi momentum menyembelih ego, menyusun ulang prioritas keluarga, dan membangun masyarakat Islam yang mandiri dari akarnya, yaitu keluarga. Bangunlah rumah yang menghidupkan shalat, bacaan Al-Quran, dan semangat berbagi. Karena dari rumah seperti inilah lahir Ibrahim-Ibrahim dan Ismail-Ismail masa depan. Jangan menunggu negeri ini berubah untuk merubah rumah tangga kita. Karena peradaban Islam yang besar tidak lahir dari istana, melainkan dari rumah yang sederhana namun kokoh dengan iman dan amal
Mari kita akhiri khutbah Idul Adha tahun 1446 H kali ini dengan berdoa kepada Allah:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ، الحمَدُ للهِ رَبِّ العَالمَيْنَ حَمْدًا نَاعِمِيْنَ، حَمْدًا شَاكرِيْنَ، حمَدًا يُوَافِي نِعَمَهُ، وَيُكَاِفئُ مَزِيدَهُ يَا َربَّنَا لَكَ الحمَدْ وَ لَكَ الشُّكْرُ كَمَا يَنْبَغِي لِجَلَالِ وِجْهِكَ الكَرِيْمِ وَعَظِيْمِ سُلْطَانِكَ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أٰلِـــ مُحَمَّدٍ وَعَلَى ُكِّل صَحَابَةٍ وَارْحَمْنَا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّحِمِيْنَ. اللهُمَّ اغْفِرْ لِلمُسْلِمِينَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِينَ وَالمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ يَا قَاضِيَ الحَاجَاتِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْلَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنِ. اللهُمَّ اغْفِرْلِي وَلِوَالِدَيَّا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيْرًا. رَبَّنَا هَبْلَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا. رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيْمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءَ. رَبَّنَا أٰتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الأٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Demikian khutbah Idul Adha tahun 1446 H ini. Banyak kurang atau lebihnya mohon maaf sebesar-besarnya. Wal ‘afwu minkum, fastabiqul khoirot...
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Posting Komentar
Posting Komentar