Quo Vadis Pendidikan Kita

 

Semarak peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia tahun ini euforia nya benar-benar terasa. Sejak awal Agustus, masyarakat telah mengadakan berbagai macam kegiatan, sebagai wujud rasa syukur atas bertambahnya usia negara yang telah merdeka. Republik Indonesia kini berusia 77 tahun, banyak sekali kemajuan yang perlu kita syukuri sebagai warga negara, tidak sedikit juga masalah-masalah terjadi dan perlu menjadi pelajaran bagi kita semua.

Kita perlu jujur, bahwa negara kita hari ini sedang diliputi oleh berbagai macam penyakit. Pangkal utamanya adalah ketidakjujuran dan kekosongan nilai ruhani. Hampir seluruh sektor pada tatanan masyarakat kita mengidap dua penyakit ini. Disebabkan dua penyakit inilah, seorang pejabat dengan mudah memakan yang bukan haknya, seorang guru tega mencabuli muridnya, seorang siswa menjatuhkan kehormatan gurunya. Berawal dari dua penyakit ini, lahir orang yang menyukai sesama jenis, lahir orang yang suka mendiskreditkan agama sendiri, dan lahir orang-orang yang saling “menyuap” demi mengenyangkan perut sendiri. Sungguh menyedihkan!

Bila kita renungkan, di tengah kompleksitas permasalahan negara ini, institusi pendidikan sebagai tempat menyemai generasi muda pun tidak luput dari pemberitaan mengenai dekadensi moral, baik yang dilakukan oleh pemangku kebijakan, guru, ataupun murid. Tentu tidak semua lembaga pendidikan, akan tetapi berita-berita yang tersebar beberapa tahun terakhir menjadi bukti bahwa pendidikan kita sedang dalam masalah.

Wildan Hasan dalam bukunya Risalah Perang Panjang mengatakan, "Indonesia sendiri diperkirakan pada tahun 2030 mengalami ledakan demografi yang cukup signifikan. Pada tahun tersebut jumlah generasi muda 60% lebih dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Di mana kita menyadari bahwa wajah dan nasib bangsa ini ke depan akan ditentukan oleh generasi muda saat ini. Hancur dan berjayanya negeri kita bermula dari bagaimana kita mendidik generasi muda saat ini." Wildan mengingatkan bahwa pendidikan menjadi faktor utama dari lahirnya sebuah generasi. Pendidikan yang baik dan berkualitas tentu akan melahirkan generasi yang berkualitas pula, demikian sebaliknya.

Perlu kita ketahui bahwa negara kita ini memiliki tujuan yang luar biasa dalam bidang pendidikannya. Dalam TAP MPR No. II/MPR/1993 menegaskan bahwa "Tujuan pendidikan adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, maju, mandiri, tangguh, cerdas, kreatif, berdisiplin, beretos kerja, professional serta sehat jasmani dan rohani." Artinya, sudah 29 tahun masyarakat Indonesia hidup dengan visi pendidikan yang hebat. Namun muncul pertanyaan, apakah negara kita Indonesia sudah berhasil melahirkan generasi yang sesuai dengan tujuan pendidikannya? Tentu hari ini kita bisa menilai sendiri.

Kebijakan Pemerintah Pada Bidang Pendidikan

M. Amin, praktisi pendidikan di daerah Dompu Nusa Tenggara Barat dalam sebuah artikelnya yang berjudul Refleksi Pendidikan Karakter di Sekolah memberi komentar tentang kebijakan pemerintah era ini dalam Bidang Pendidikan. Ia menyebutkan, bahwa di antara kebijakan yang paling populer dari elit pendidikan era Jokowi (Kemendiknas) adalah MERDEKA BELAJAR (SE NO.1/2020), kemudian dijabarkan dalam program prioritas tahunan (2021): Pembiayaan Pendidikan keluarga miskin (PIP), Digitalisasi Pembelajaran, Revitalisasi Pendidikan Vokasi, Peningkatan Mutu Kurikulum (AKM dan Survey Krakter), Kampus Merdeka, Budaya dan Literasi, serta Guru Penggerak.

Orientasi kebijakan Merdeka Belajar yang dinilai sebagai trobosan untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi serta peningkatan otonomi sekolah dan kampus baru berusia satu tahun, tentu efeknya belum terlihat secara signifikan. Tetapi popularitas  kebijakan Merdeka Belajar paling tidak telah melahirkan semangat baru dalam memperbaiki "mutu pendidikan" khususnya dalam aspek ilmu pengetahuan, teknologi dan live skill, minus pendidikan krakter.

Solusi Pendidikan Indonesia

Tidak ada cara yang lebih baik dalam menyiapkan generasi terbaik di akhir zaman selain pendidikan yang baik. Mohammad Natsir dalam Capita Selecta (jilid 1 hal. 79) menyebutkan, "Maju atau mundurnya salah satu kaum bergantung sebagian besar kepada pelajaran dan pendidikan yang berlaku dalam kalangan mereka itu. Tak ada satu bangsa yang terbelakang menjadi maju melainkan sesudahnya mengadakan dan memperbaiki didikan anak-anak dan pemuda-pemuda mereka." (Wildan Hasan, 2019)

Alby Dwi Puta dalam sebuah artikelnya menuliskan komentar Mohammad Natsir tentang solusi pendidikan di Indonesia, bahwa pendidikan itu seharusnya dibangun demi melahirkan manusia-manusia yang tak hanya pandai dalam ilmu pengetahuan akan tetapi juga memiliki moral yang tinggi hingga menghasilkan peradaban gemilang, sebagaimana peradaban Islam yang dicatat oleh tinta emas dalam lembaran sejarah. Dimana Ilmu Agama telah menjadikan antara nilai moral seseorang dan pengetahuan berbanding lurus.

Dalam daripada itu, kita wajib bekerjasama menyiapkan generasi untuk peradaban luhur di masa depan. Di samping ini merupakan tugas utama negara, juga menjadi “PR” bagi pengelola lembaga pendidikan dan orang tua. Pengelola lembaga pendidikan harus berupaya membangun sistem yang mengacu pada tujuan pendidikan nasional seperti yang tertuang pada TAP MPR No. II /MPR/1993. Konsep ataupun rancangan programnya tidak hanya fokus pada peningkatan aspek pengatahuan saja, akan tetapi harus dilengkapi dengan program-program yang menguatkan aspek moral dan spiritual.

Adapun orang tua, bertugas mendidik anaknya dengan didikan yang baik sesuai dengan tuntunan Agama, tidak serta merta mengadalkan sekolah, sedang dirinya tidak ikut serta dalam mendidik anaknya. Bila mencari sekolah untuk anak, jangan hanya mencari sekolah dengan segudang prestasi, namun carilah sekolah yang juga memperhatikan perkembangan moral dan spiritual murdinya dengan serius.

Sehingga kelak ketika negara ini sudah berada pada puncak bonus demografi, yang mengisi tiap-tiap sektor kehidupan adalah benar-benar anak muda yang bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian maju, mandiri, tangguh, cerdas, kreatif, disiplin, beretos kerja, profesional, serta sehat jasmani dan rohani.

(Jogja, 23 Agustus 2022)

 Oleh : Muhammad Jundi Rabbani (Pendidik di Pondok Pesantren Ibnul Qoyyim Putra)


Bahan Bacaan :

1. Wildan Hasan, Risalah Perang Panjang WH Publishing, 2019.

2. Alby Dwi Putra, Mohammad Natsir berbicara Pendidikan, Solusi Pendidikan di Indonesia, Anthology Bombox Zine, 2020.

3. M. Amin, Refleksi Pendidikan Karakter di Sekolah,  Dompu NTB, 2021.

***

Suka dengan tulisan ini? Jangan biarkan kebaikan berhenti di tanganmu. Ayo sebarkan seluas - luasnya kepada orang - orang yang kamu cintai!

Related Posts

Posting Komentar